Teori kognitif
Teori kognitif memandang
kegiatan belajar bukanlah sekadar stimulus dan respons yang bersifat
mekanistik, tetapi lebih dari itu, kegiatan belajar juga melibatkan kegiatan
mental yang ada di dalam diri individu yang sedang belajar. Karena itu, menurut
aliran kognitif, belajar adalah sebuah proses mental yang aktif untuk mencapai,
mengingat, dan menggunakan pengetahuan.
Teori kognitif juga menekankan
bahwa bagian-bagian dari suatu situasi berhubungan dengan seluruh konteks
situasi tersebut. Artinya, memisah-misah atau membagi-bagi materi pelajaran
menjadi komponen-komponen kecil dan mempelajarinya secara terpisah-pisah akan
menghilangkan makna utuh dari pembelajaran.
Kognitif (cognition)
diartikan sebagai aktivitas mengetahui, perolehan, mengorganisasikan, dan
menggunakan pengetahuan. Teori ini dikemukakan oleh Jean Piaget yang memandang
individu sebagai struktur kognitif, peta mental, skema atau jaringan konsep
guna memahami dan menanggapi pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan.
Pengertian Teori Belajar
Kognitif
Kognitif berasal dari kata cognition,
yang memilki persamaan dengan knowing, yang berarti mengetahui.
Kognitif merupakan kemampuan berpikir yang dimiliki seorang individu untuk
memahami keterampilan dan konsep baru, maupun untuk menyelesaikan permasalahan
yang ada di sekitarnya. Setiap individu memiliki tingkat kemampuan kognitif
yang berbeda-beda. Menurut pandangan teori ini, tingkah laku seseorang sangat
ditentukan oleh pemahamannya terhadap situasi yang berkaitan dengan tujuan.
Dapat disimpulkan bahwa teori
belajar kognitif adalah teori belajar yang lebih menekankan pada suatu proses
yang terjadi dalam akal pikiran manusia secara utuh dalam semua situasi dan
kondisi pembelajaran yang sedang dilakukan.
Sementara itu Al-Hasan (2012,
hlm. 10) mengemukakan bahwa kemampuan kognitif adalah kemampuan untuk berpikir
secara lebih kompleks dan melakukan penalaran serta pemecahan masalah. Semakin
berkembangnya kemampuan kognitif maka akan mempermudah seseorang untuk
menguasai pengetahuan umum yang lebih luas.
Sehingga dapat dikatakan bahwa
teori belajar kognitif adalah teori belajar yang ingin menekankan kemampuan
berpikir lebih kompleks serta melakukan pemecahan masalah dibandingkan dengan
hanya sekedar menguasai pengetahuan umum lewat hafalan atau latihan saja.
Namun demikian, ihwal kognitif
ini adalah teori yang banyak diperdebatkan sepanjang masa. Beberapa tokohnya,
termasuk Piaget memiliki sudut pandang yang sedikit berbeda. Hal ini penting
untuk diketahui dalam memaksimalkan pemahaman mengenai teori kognitif. Oleh
karena itu, berikut adalah teori belajar kognitif versi Piaget yang merupakan
salah satu pelopor dari aliran ini.
Teori Belajar Kognitif
menurut Piaget
Jean Piaget merupakan psikolog
Swiss (1896-1980) yang ahli dalam perkembangan kognitif di abad ke dua puluh.
Teorinya banyak dirujuk dalam dunia pendidikan, terutama mengenai teori belajar
kognitif. Djiwandono (2018, hlm. 72-73) mengungkapkan bahwa perkembangan
kognitif menurut Piaget dibedakan menjadi 4 tahapan perkembangan, yaitu sebagai
berikut.
1.
Sensory-motor, usia 0 – 2 tahun.
Kemampuan pada tahap sensomotorik merujuk pada konsep permanensi objek, yaitu
kecakapan psikis untuk mengerti bahwa suatu objek masih tetap ada.
2.
Praoperasional, usia 2 – 7 tahun.
Kemampuan menggunakan simbol-simbol yang menggambarkan objek yang ada di
sekitarnya. Cara berfikirnya masih egosentris dan terpusat.
3.
Concrete Operational, usia 7 – 11 tahun
Mampu berpikir dengan logis dan konkret. Memperhatikan lebih dari satu dimensi
dan juga dapat menghubungkan antar dimensi. Kurang egosentris dan belum bisa
berpikir abstrak.
4.
Formal Operational, usia remaja – dewasa.
Mampu berpikir secara abstrak dan dapat menganalisis masalah secara ilmiah
hingga kemudian menyelesaikan masalah.
Piaget berpandangan bahwa
perkembangan kognitif adalah suatu proses yang didasarkan atas mekanisme
biologis perkembangan sistem saraf seorang individu. Piaget juga berpendapat
bahwa pengetahuan sebagai hasil belajar berasal dari dalam individu. Teori
Piaget mengemukakan bahwa proses pengamatan seseorang terhadap lingkungan atau
adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui proses asimilasi dan proses
akomodasi (Trianto, 2019, hlm. 70).
Proses asimilasi dan akomodasi
ini sering juga disebut dengan proses adaptasi. Melalui kedua proses tersebut,
seorang anak akan mengalami perubahan-perubahan dalam dirinya yang disebabkan
oleh adanya proses berpikir. Perubahan-perubahan tersebut akan terus berlangsung
dan berkelanjutan hingga akhirnya terjadi ekuilibrium (keseimbangan).
Selama proses pembelajaran
sedang berlangsung, siswa akan terus melakukan proses asimilasi dan akomodasi
hingga pengetahuan yang dimilikinya akan bertambah ataupun berubah. Kriteria proses
asimilasi dan proses akomodasi teori Jean Piaget akan diuraikan dalam tabel di
bawah ini.
Proses
Berpikir |
Keterangan/Indikator |
Asimilasi |
|
Akomodasi |
|
Ekuilibrium |
|
Sumber: Trianto (2019, hlm. 71)
Ciri Belajar Kognitif
Melalui pemaparan teori kognitif
Piaget di atas, kita dapat menarik implikasi-implikasi dasar yang dapat menjadi
ciri belajar kognitif. Beberapa ciri tersebut adalah sebagai berikut.
1.
Memusatkan perhatian pada berpikir atau proses mental anak,
tidak sekedar pada hasilnya.
Di samping kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses yang digunakan
anak sehingga sampai pada jawaban tersebut. Pengamatan belajar yang sesuai
dikembangkan dengan memperhatikan tahap kognitif siswa, dan jika guru penuh
perhatian terhadap metode yang digunakan siswa untuk sampai pada kesimpulan
tertentu, barulah guru dapat dikatakan berada dalam posisi memberikan
pengalaman sesuai yang dimaksud.
2.
Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan
keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar.
Dalam kelas, Piaget menekankan pengajaran pengetahuan jadi (ready made
knowledge) tidak mendapat penekanan, melainkan anak didorong menemukan sendiri
pengetahuan itu (discovery) melalui interaksi spontan dengan lingkungannya.
Oleh karena itu guru dituntut mempersiapkan berbagai kegiatan secara langsung
dengan dunia fisik.
3.
Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan
perkembangan.
Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh melewati urutan
perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan yang
berbeda. Sebab itu guru mampu melakukan upaya untuk mengatur kegiatan kelas
dalam bentuk kelompok kecil dari pada bentuk kelas yang utuh (Trianto, 2019,
hlm. 18).
Prinsip Kognitivisme
Teori belajar kognitif telah
banyak digunakan sebagai dasar dalam melaksanakan proses pembelajaran
berdasarkan prinsip-prinsipnya. Menurut Hartley dan Davies (dalam Daryanto
& Rachmawati, 2015, hlm. 67-68) prinsip-prinsip kognitivisme adalah sebagai
berikut.
1.
Peserta didik akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu
apabila pelajaran tersebut disusun berdasarkan pola dan logika tertentu.
2.
Penyusunan materi pelajaran harus dari yang sifatnya sederhana
ke materi yang sifatnya lebih rumit.
3.
Belajar dengan memahami akan lebih baik dibanding menghapal
tanpa pengertian.
4.
Perbedaan individu pada setiap peserta didik haus diperhatikan
karena sangat mempengaruhi proses belajar.
Jenis Pengetahuan
Kognitif
Menurut pendekatan kognitif,
unsur penting dalam proses pembelajaran adalah pengetahuan yang dimiliki
individu itu sendiri sesuai dengan situasi belajarnya. Tentunya situasi belajar
ini juga ditentukan oleh jenis pengetahuan yang sedang dipelajari. Menurut
(Suyono & Hariyanto, 2016, hlm. 75) perspektif pengetahuan kognitif
terbagi menjadi tiga berdasarkan jenis-jenisnya, yakni sebagai berikut.
1.
Pengetahuan deklaratif,
adalah pengetahuan yang dapat dinyatakan dalam bentuk kata atau disebut pula
pengetahuan konseptual. Pengetahuan deklaratif jangkauannya luas, dapat berupa
fakta, konsep, generalisasi, pengalaman pribadi atau tentang hukum dan aturan.
2.
Pengetahuan prosedural,
adalah pengetahuan tentang langkah-langkah atau proses-proses yang harus
dilakukan atau pengetahuan tentang bagaimana untuk melakukan sesuatu.
Pengetahuan ini dicirikan oleh adanya praktik dari suatu konsep.
3.
Pengetahuan kondisional,
adalah pengetahuan tentang kapan dan mengapa suatu pengetahuan deklaratif dan
pengetahuan prosedural digunakan. Pengetahuan ini dianggap sangat penting
karena menentukan kapan penggunaan konsep dan prosedur yang tepat dalam
pemecahan masalah.