- PENDALAMAN MATERI
(ANALISIS BAHAN AJAR MATERI DOSEN)
Nama : ABDUL HENDI, S.Pd.I
Kelas : A K1 20241
Modul : Pendidikan Agama Islam Kontemporer
Tugas : Analisis Bahan Ajar Modul Materi Dosen
Dosen Pengampuh : Dr. Muhamad Fauzi,M.Ag
Konsep Tindakan Radikalisme serta Peristiwa Radikalisme
Fenomena radikalisme agama telah menjadi perbincangan global yang menarik perhatian dunia pasca tragedi menara kembar World Trade Centre 11 September 2001 silam. Semenjak tragedi itu istilah “radikalisme” sering dikaitkan dengan “terorisme” yang kini menjadi common enemy bagi semua negara di dunia.
Tindakan radikalisme sebagai kejahatan kemanusiaan lintas negara acapkali pelakunya mengatasnamakan jihad dan pembela Islam sehingga berimplikasi pada munculnya stigmatisasi terhadap citra Islam sebagai agama “teroris”. Hal ini dapat dipahami didalam modul ini tersebut , (Deradikalisasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI): Model Keberagamaan Inklusif Dikalangan Siswa SMA)
karena kelompok-kelompok radikal adalah orang-orang Islam yang militan, literalis dengan mengusung ideology jihad (istishhad) dan takfiri (mengkafirkan siapapun yang berbeda faham atau ideologi dengan mereka). Dalam praksis keberagamaan, mereka cenderung eksklusif, intoleransi dalam beragama, anti keragaman sehingga pada titik kritis dihipotesiskan melahirkan terorisme1 . Kini gerakan-Islam radikal bermetamorfosis menjadi gerakan radikal baru bernama ISIS (Islamic State of Iraq and Suriah) yang telah menebar ancaman teror global dan aksi kejam tak berprikemanusiaan kepada siapa saja yang dianggap tidak sejalan dengan ideologi dan faham mereka. Istilah radikalisme berasal dari kata latin, radic yang berarti “akar”, dan radikal adalah (sesuatu yang) bersifat “mendasar” atau hingga ke akar-akarnya. Predikat ini bisa dikenakan pada pemikiran atau paham, sehingga muncul istilah pemikiran yang radikal, dan bisa pula pada gerakan2 . Berdasarkan hal diatas, radikalisme diartikan sebagai “paham” atau “aliran” yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara keras atau drastis dan sikap ekstrem disuatu aliran politik3 . Dengan demikian, Istilah Islam radikal adalah paham keislaman yang menginginkan dilakukannya perubahan sosial-politik sesuai syariat Islam yang dilakukan dengan cara kekerasan.
Radikalisme Islam
Tema kajian tentang radikalisme agama pasca tragedi WTC 11 September 2001 telah menjadi isu publik yang tidak hanya ramai diperbincangkan di dunia akademik (the rational world), tetapi telah menjadi kenyataan empirik (the real world). Kejahatan kemanusiaan (humanity crime) yang mengatasnamakan agama ini telah nyata terjadi tidak hanya di Indonesia tetapi juga diberbagai negara di seantero jagad seperti teror di Paris (2015). Umumnya, para pengkaji gerakan Islam menghubungkan radikalisme dengan fundamentalisme yang pada masa-masa sebelumnya justru lebih populer. Artinya istilah Islam radikal sebenarnya muncul belakangan dibanding gerakan atau pemikiran lainnya yang lebih dulu dilekatkan kepada Islam, misalnya Islam Militan, Islam Tradisionalis, Islam Modernis, Islam aktual. Akan tetapi pasca tragedi menara kembar WTC 11 september 2001, Istilah “Islam Radikal” telah merebut wacana dalam berbagai pembicaraan dalam skala global13
Sedangkan isu yang umum di perbincangkan dalam kajian radikalisme agama menurut Hilmi 18 adalah faktor apa yang melatarbelakangi kelahiran radikalisme agama? Apakah agama itu sendiri yang by nature mengandung ajaran radikal, ataukah karena faktor hadirnya unsur-unsur diluar agama seperti vested interest dikalangan para pertualang politik yang meminjam agama sebagai kedok untuk memenuhi ambisi dan kepentingan politik mereka?. Pertanyaan ini penting dalam kajian radikalisme agama bukan semata-mata karena agama diyakini memiliki peran strategis dalam proses transformasi sosial-politik-budaya dalam sebuah komunitas, melainkan juga karena efek yang ditimbulkan dari fenomena radikalisme agama seringkali muncul dalam bentuk kekerasan. Terhadap pertanyaan ini muncul dua mazhab pemikiran yang saling bertentangan satu sama lain, yaitu mazhabprimordialisme (kulturalisme) dan mazhab instrumentalisme (strukturalisme) 1
Lebih lanjut terkait dengan fenomena terorisme, menurut Qodir ada masalah dengan Pendidikan Agama yang lebih bercorak formalisme-indoktrinatif, sehingga kurang memberikan ruang refleksi dan kritis pada peserta didik yang mendapatkan pembelajaran terutama sekolah-sekolah berbasis non-agama (sekolah umum) dan belakangan di sekolahsekolah berbasis Agama. Pendidikan agama ini tentu akan terkait dengan pemahaman keagamaan, yaitu adanya keyakinan atas teks agama yang mengajarkan tentang terorisme dari kata jihad. Agama lanjut Qodir, akan menjadi sumber dari terorisme apabila tindakan teror merupakan perwujudan dari perintah Tuhan (teks), baik secara langsung maupun tidak
Model Pendidikan Agama
Untuk menjawab model pendidikan agama seperti apa yang memungkinkan melahirkan pribadi yang toleran, penting untuk mempertimbangkan model-model Pendidikan Agama yang dikembangkan Jack Seymour dan Tabita Kartika Christiani22 Mereka menjelaskan model-model pendidikan dan pengajaran agama, yaitu in, at, dan beyond the wall. Pendidikan Agama in the wall berarti hanya mengajarkan agama sesuai agama tersebut tanpa dialog dengan agama lain. Model pendidikan seperti ini berdampak terhadap minimnya wawasan peserta didik terhadap agama lain, yang membuka peluang terjadinya kesalahpahaman dan praduga. Model Pendidikan Agama in the wall juga dapat menumbuhkan superioritas satu agama atas agama yang lain sehingga mempertegas garis demarkasi antara “aku” dan “mereka
Berikut ini beberapa tema yang termuat dalam bahan ajar Pendidikan Agam Islam model Keberagamaan inklusif yang terdiri dari :
1. Islam dan Hak asasi manusia (al Huquq al- Insaniyyah)
Materi ini menekankan peran Islam dalam memenuhi hak-hak dasar manusia (huquq alInsani). Hak-hak dasar manusia tercakup dalam lima prinsip dasar yang dikenal dengan addharuriyyat al-khams atau disebut juga maqashid as-syari’ah; yakni hifdzhu ad-din (perlindungan agama), hifdzhu an-nafs (perlindungan diri), hifdzu al-‘aql (perlindungan akal), hifdzhu an-nasl (perlindungan keluarga), hifdzu al-maal (perlindungan harta). Lima Hak-hak dasar manusia yang disebutkan diatas memberi pelajaran moral pada kita bahwa manusia adalah makhluk yang sangat dihormati disemua waktu dan semua tempat tanpa melihat kebangsaan, agama, jenis kelamin, warna kulit, status social, pekerjaan atau karakter etnik, budaya dan karakter social lainnya. SeMateriberagama adalah memanusiakan manusia serta menghargainya sebagai ciptaan itulah kodrat Ilahi.
2. Khilafah
materi ini ini ingin mencoba mengurai benang kusut hakekat makna khilafah yang sampai sekarang ini masih menjadi perdebatan dikalangan internal umat Islam. Materiini ingin menjelaskan hakekat makna Khilafah menurut Islam yang diperkuat dengan dalil al- Qur’an dan hadist
3. Islam dan toleransi
Materi ini ingin menghadirkan bahwa Islam adalah agama toleransi (tasamuh). Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi kedamaian, menghargai perbedaan sebaliknya mengecam permusuhan dan kebencian. Materiini juga akan dipaparkan teladan Rasulullah dalam hal bertoleransi ketika beliau hidup di Madinah dimana masyarakatnya dikenal majemuk kemudian lahirlah sebuah perjanjian yang dikenal dengan “Piagam Madinah”
4. Etika bergaul
Materi ini menjelaskan etika bergaul seorang muslim dalam hidup bermasyarakat. Etika bergaul ini meliputi pergaulan sesama muslim dan pergaulan dengan non muslim. Materiini ingin menegaskan bahwa dalam hal pergaulan Islam telah mengajarkan tatacara atau etika dalam bergaul agar kehidupan manusia bersifat harmonis dan damai tanpa saling permusuhan dan menebar kebencian
5. Kesalehan Individual dan Kesalehan sosial
Materi ini ingin menjelaskan pentingnya keseimbangan hidup dalam menanamkan nilainilai kebaikan yang berbuah pahala. Mendekatkan diri pada Tuhan tidak hanya melalui aktifitas ritual ibadah yang bersifat individual ansich. Tetapi mendekatkan diri pada Tuhan juga bisa melalui aktifitas social yang dapat berbuah pahala seperti menghormati perbedaan, menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi, dan cinta damai dalam hidup bermasyarakat
6. Islam sebagai Agama Rahmatan Lil-‘alamin
Materi ini menjelaskan bahwa Islam adalah agama yang diturunkan Allah SWT untuk menjadi rahmat bagi Alam semesta. Kerahmatan Allah meliputi seluruh makhluk, baik orang-orang mukmin maupun orang-orang kafir. Bahkan seluruh alam semesta (termasuk binatang, tumbuhan, dan benda-benda mati) ikut mendapatkan rahmat Allah. Dengan kata lain, Islam tidak sekedar menjadi rahmat bagi pengikutnya, tetapi lebih dari itu menjadi rahmat bagi pengikut agama lain, umat lain dan bahkan semua makhluk yang diciptakan Tuhan. konsep Islam rahmatan lil alamin ini menegaskan bahwa dalam berda’wah Islam tidak mengajarkan kekerasan dan paksaan dalam beragama. Tetapi Islam justru mengajarkan kasih sayang kepada seluruh manusia
7. Perbedaan dalam Islam itu Rahmat
Materi ini menjelaskan bahwa dalam sejarah Islam terdapat firqah-firqah (golongan-golongan) dikalangan umat Islam, dimana satu sama lain saling bertentangan fahamnya yang sulit untuk didamaikan, apalagi untuk dipersatukan. Dalam Materiini juga akan di bahas aliran-aliran keagamaan yang berkembang di Indonesia diluar Ahlussunnah Wal jama’ah seperti aliran Wahabi, salafiy, Syiah dan lain-lain
dari berberapa Konsep di atas maka maka dapat di pahami bahwa deradikalisasi pembelajaran pendidikan agama islam (pai) model keberagamaan inklusif dikalangan siswa sma tersebut di atas adalah dengan Hal ini karena secara psikologis anak muda mudah terpengaruh oleh hal-hal yang disampaikan oleh orangorang yang dianggap pintar dalam hal keagamaan, apalagi faktor media sosial yang turut membantu anak-anak muda yang mudah berteman dengan siapapun termasuk dengan kelompok-kelompok radikal. Guru bagaikan da’i yang komunikasinya bersifat satu arah. Guru juga masih terpaku pada penguasaan pengetahuan (transfer of knowledge) belum memberikan ruang refleksi kritis pada siswa dalam proses pembelajaran. Oleh karena itulah Pendidikan semacam ini perlu di terapkan dalam kajian Keislaman kontemporer.
Konstektualisasi materi dengan realita sosial yang saya temui dalam bahan ajar bahwa sebgaimana diketahui sikap radikalisme yang berujung kepada ektremisme bukan saja di alami oleh masyarakat awam namun sudah masuk ke dalam SMA yang seharusnya tempat untuk menangkal radikalisme malah menjadi sarang radikalisme yang kapanpun siap untuk mendoktrin masyarakat-masyarakat awam yang kurang memahami tentang agama, mereka mendoktrin dengan cara mengajarkan hanya satu pendapat atau hanya satu mazhab saja yang benar dalam pandangan mereka, sehingga radikalisme ini sudah menjadi isu yang berlarut bukan hanya pada masyarakat awam namun sudah menyusup dalam dunia kampus akademis.
Refleksi hasil konstektualisasi dalam pembelajaran bermakna adalah, dalam hal ini maka seorang pendidik harus selalu memupuk jiwa toleransi di dalam dirinya agar tidak salah dalam mendidik peserta didik, dan sebgai pendidik harus memiliki pandang yang luas tentang Islam agar bisa menyampaikan materi kepada peserta didik dengan berbagai pandangan yang luas sehingga tidak menyebabkan fanatisme dikalangan peserta didik dan dapat membentuk jiwa moderas beragama yang baik dalam dunia pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar