Guru Profesional
My Name Is Abdul Hendi

Sabtu, 10 Agustus 2024

Resume Modul KB 3 Fiqih

 Nama Mahasiwa : Abdul Hendi,S.Pd.I

Kelas : A K1 20241

LPTK : UIN Raden Fatah Palembang

Tugas : Resume Modul KB 3 (Bank, Rente dan Fee) 

Mata Kuliah/Judul Modul : Fiqih

DOSEN PENGAMPU : M. Hasbi,M.Ag


NO

BUTIR REFLEKSI

RESPON/JAWABAN

1

Konsep (Beberapa istilah dan definisi) di KB

Dalam Ensiklopedia Indonesia, bank atau perbankan adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang dengan tujuan memenuhi kebutuhan kredit dengan modal sendiri atau orang lain. Dari pengertian ini maka bank memiliki dua arti penting, yaitu sebagai perantara pemberi kredit dan menciptakan uang.

Dalam Undang-undang No. 21 Tahaun 2008 tentang Perbankan Syariah bahwa Bank adalah adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk Simpanann serta menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.


BANK DI INDONESIA

Bank Konvensional •Bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional dan berdasarkan jenisnya terdiri atas Bank Umum Konvensional dan Bank Perkreditan Rakyat. •Bank Konvensional adalah lembaga keuangan yang fungsi utamanya untuk menghimpun dana yang kemudian disalurkan kepada orang atau lembaga yang membutuhkannya guna investasi (penanaman modal) dan usaha-usaha yang produktif dengan sistem bunga Bank Syariah •Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. •Suatu lembaga yang fungsi utamanya menghimpun dana untuk disalurkan kepada orang atau lembaga yang membutuhkannya dengan sistem tanpa bunga.

prinsip-prinsip syariah yang dikembangkan dalam rangka menghindari bunga bank adalah:

1. Wadiah yaitu titipan uang, barang dan surat-surat berharga). Dalam operasinya bank Islam menghimpun dengan cara menerima deposito berupa uang, benda dan surat berharga sebagai amanat yang wajib dijaga keselamatannya oleh bank Islam. Bank berhak menggunakan dana tersebut tanpa harus membayar imbalannya.  

2. Mudharabah (kerja sama antara pemilik modal dengan pelaksana). Dengan mudharabah bank Islam dapat memberikan tambahan modal kepada pengusaha untuk perusahaannya dengan perjanjian bagi hasil, baik untung ataupun rugi sesuai dengan perjanjian yang telah ditentukan sebelumnya.  

3. Musyarakah/syirkah (persekutuan).Pihak bank dan pengusaha sama-sama mempunyai andil (saham) pada usahaa patungan.Kedua belah pihak andil dalam mengelola usaha patungan itu dan menaggung untung rugi bersama atas dasar perjanjian profit and loss sharing.  

4. Murabahah jual beli barang dengan tambahan harga atas dasar harga pembelian yang pertama secara jujur. Syarat murabahah antara lain pihak bank memberikan informasi kepada pembeli tentang harga pembeliannya dan keuntungan bersihnya dari cost plusnya.  

5. Qard hasan (pinjaman yang baik). Bank Islam dapat memberikan pinjaman tanpa bunga kepada para nasabah baik terutama para nasabah yang memiliki deposito bank Islam.  

6. Ijarah, yaitu akad sewa-menyewa antara satu atau dua orang, antara satu lembaga dengan lembaga lain berdasarkan prinsip syariah. 

7. Hiwalah, yaitu akad perpindahan utang dari si A kepada B atau C yang tidak bertentangan dengan prinsip. syariah 

 

Bank Islam juga dapat menggunakan sebagian zakat yang terkumpul untuk proyek-proyek yang produktif yang hasilnya untuk kepentingan agama dan umum. Bank Islam juga boleh menerima dan memungut pembayaran untuk mengganti biaya yang langsung dikeluarkan oleh bank dalam melaksanakan pekerjaannya untuk melayani kepentingan para nasabah misalnya biaya materai, telepon dalam memberitahukan rekening dan lain-lain . Membayar gaji para karyawan bank yang melakukan pekerjaan untuk kepentingan nasabah, untuk sarana dan prasarana yang disediakan oleh bank dan biaya administrasi pada umumnya 


RENTE ATAU BUNGA BANK 

Yaitu Keuntungan yang diperoleh perusahaan bank, karena jasanya meminjamkan uang untuk melancarkan perusahaan orang yang meminjam


Ikhtilaf •Kelompok muharrimun (kelompok yang menghukuminya haram secara mutlak) •Antara lain Abu Zahra, Abu A’la al-Maududi, M. Abdullah al-Araby dan Yusuf Qardhawi, Sayyid Sabiq, Jaad al-Haqq Ali Jadd al-Haqq •Kelompok yang mengharamkan jika bersifat konsumtif. Antara lain Mustafa A. Zarqa. mengatakan dan berpendapat. riba yang diharamkan adalah bersifat konsumtif seperti yang berlaku pada zaman jahiliyah sebagai bentuk pemerasan kepada kaum lemah yang konsumtif berbeda yang bersifat produktif tidaklah termasuk haram. •Muhallilun (Kelompok Yang Menghalalkan) •Antara lain A. Hasan (persis). Beliau berpendapat bahwa bunga bank (rente) seperti yang berlaku di Indonesia bukan termasuk riba yang diharamkan karena tidak berlipat ganda. •Kelompok Yang Menganggapnya Syubhat Kelompok Majlis Tarjih Muhammadiyah dalam muktamar di Sidoarjo 1968 memutuskan bahwa bunga yang diberikan oleh bank kepada para nasabahnya atau sebaliknya termasuk perkara syubhat (belum jelas keharamannya)


Konsep Riba Dalam Islam

Secara bahasa, kata riba berarti tambahan. istilah hukum Islam, riba berarti tambahan baik berupa tunai, benda, maupun jasa yang mengharuskan pihak peminjam membayar selain jumlah uang yang dipinjamkan kepada pihak yang meminjamkan pada waktu pengembalian uang pinjaman, riba semacam ini disebut dengan riba nasiah. Hukum riba secara jelas adalah haram. Keharaman riba,

pada hakekatnya adalah penghapusan ketidakadilan dan penegakan keadilan dalam ekonomi. Penghapusan riba dalam ekonomi Islam dapat dimaknai sebagai penghapusan riba yang terjadi dalam jual beli dan hutang-pihutang. berbagai transaksi yang spekulatif dan 5 mengandung unsur gharar harus dilarang. Demikian pula halnya dengan bunga -- yang merupakan riba nasi’ah -- secara mutlak harus dihapuskan dari perekonomian. 

Menurut Satria Effendi, riba nasiah adalah tambahan pembayaran atas jumlah modal yang disyaratkan lebih dahulu yang harus dibayar oleh si peminjam kepada yang meminjam tanpa resiko sebagai imbalan dari jarak waktu pembayaran yang diberikan kepada si peminjam. Riba nasiah ini terjadi dalam hutang piutang, oleh karena itu disebut juga dengan riba duyun dan disebut juga dengan riba jahiliyah, sebab masyarakat Arab sebelum Islam telah dikenal melakukan suatu kebiasaan membebankan tambahan pembayaran atau semua jenis pinjaman yang dikenal dengan sebutan riba. Secara rinci, keharaman riba dalam al-Qur’an secara bertahap, sejalan dengan kesiapan masyarakat pada masa itu, seperti pelarangan minuman keras. Adapun tahap-tahap pelarangan riba dalam al-Qur'an dapat dijelaskan sebagai berikut:  

Tahap pertama, bahwa riba akan menjauhkan kekayaan dari keberkahan Allah, sedangkan shodaqoh akan meningkatkan keberkahan berlipat ganda (QS. Ar-

  • Tahap kedua, pada awal periode Madinah, praktik riba dikutuk dengan keras, sejalan dengan larangan pada kitab-kitab terdahulu. Riba dipersamakan dengan mereka yang mengambil kekayaan orang lain secara tidak benar dan mengancam kedua belah pihak dengan siksa Allah yang pedih (QS. An-Nisa’: 160-161).  

  • Tahap ketiga, keharaman riba dikaitkan pada suatu tambahan yang berlipat ganda (QS. Ali Imron: 130). 

Ayat ini turun setelah perang Uhud yaitu tahun ke-3 Hijriyah. Menurut Antonio (2001: 49), istilah berlipat ganda harus dipahami sebagai sifat bukan syarat sehingga pengertiannya adalah yang diharamkan bukan hanya yang berlipat ganda saja sementara yang sedikit, maka tidak haram, m

  • Tahap keempat merupakan tahap terakhir yang dengan tegas dan jelas Allah mengharamkan riba, menegaskan perbedaan yang jelas antara jual beli dan riba dan 9 menuntut kaum Muslimin agar menghapuskan seluruh hutang-pihutang yang mengandung riba (QS. Al-Baqarah: 278-279). 

  • Sayyid Sabiq juga menguraikan dampak negatif yang diakibatkan oleh riba. Namun terdapat point penting lain yang dapat diungkap dari Sabiq yaitu bahwa dalam praktek riba akan dapat menimbulkan potensi permusuhan. Hal 10 ini muncul dimungkinkan karena dalam praktek riba menapikan unsur tolong menolong yang dapat memperkuat tali persahabatan dan persaudaraan. Hal ini jelas bertentangan dengan nilai-nilai kebaikan yang dianjurkan oleh semua agama terutama Islam yang menyeru agar. ummatnya dapat hidup selalu saling tolong menolong dan membenci orang yang mengutamakan kepentingan pribadi dan mengeksploitasi kerja orang lain. Sabiq mengatakan bahwa praktek riba berpotensi untuk melahirkan mental hidup mewah (pemboros), pemalas yang tidak mau bekerja dan menimbulkan penimbunan harta tanpa usaha yang tak ubahnya seperti benalu (pohon parasit) yang nempel di pohon lain. Sederet dampak tersebut terakhir ini merupakan bentuk mental yang bertentangan dengan semangat ajaran Islam. 

  • Yang termasuk kedalam kelompok pertama ini antara lain Abu Zahra, Abu A’la alMaududi, M. Abdullah al-Araby dan Yusuf Qardhawi, Sayyid Sabiq, Jaad al-Haqq Ali Jadd al-Haqq dan Fuad Muhammad Fachruddin. Mereka berpendapat bahwa bunga bank itu riba nasiah yang mutlak keharamannya oleh karena itu, umat Islam tidak boleh berhubungan dengan bank yang memakai sistem bunga, kecuali dalam keadaan darurat. Terkait dengan kondisi yang tersebut terakhir ini, Yusuf Qardhawi berbeda dengan yang lainnya, 12 menurutnya tidak dikenal istilah darurat dalam keharaman bunga bank, keharamannya bersifat mutlak. 

  •  Yang termasuk ke dalam kelompok yang kedua ini antara lain Mustafa A. Zarqa. Beliau berpendapat bahwa riba yang diharamkan adalah yang bersifat konsumtif seperti yang berlaku pada zaman jahiliyah sebagai bentuk pemerasan kepada kaum lemah yang konsumtif berbeda yang bersifat produktif tidaklah termasuk haram. Hal senada juga dikemukakan oleh M. Hatta. Tokoh yang tersebut terakhir ini membedakan antara riba dengan rente. Menurutnya riba itu

  • sifatnya konsumtif dan memeras si peminjam yang membutuhkan pinjaman uang untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Sedangkan rente sifatnya produktif, yaitu dana yang dipinjamkan kepada peminjam digunakan untuk modal usaha yang menghasilkan keuntungan. 

  • Yang termasuk ke dalam kelompok keempat adalah Majlis Tarjih Muhammadiyah dalam muktamar di Siduarjo 1968 memutuskan bahwa bunga yang diberikan oleh bank kepada para nasabahnya atau sebaliknya termasuk perkara syubhat (belum jelas keharamannya). Karena yang diharamkan, menurut Muhammadiyah riba yang mengarah kepada pemerasan sejalan dengan QS. 2:279. 

Fee artinya pungutan dana yang dibebankan kepada nasabah bank untuk kepentingan administrasi, seperti keperluan kertas, biaya operasional, dan lain-lain. Pungutan itu pada hakikatnya bisa dikategorikan bunga, tapi apakah keberadaannya bisa dipersamakan dengan hukum bunga bank. Untuk menjawab masalah ini dapat dikembalikan kepada pendapat ulama tentang hukum bunga bank itu sendiri. .  



2

Daftar materi pada KB yang sulit dipahami

  Pandangan yang menganggap fee adalah riba, meskipun fee itu digunakan untuk dana operasional. Sedangkan ulama yang menghalalkan bunga bank dengan alasan keadaan bank itu darurat atau alasan lainnya, mereka pun mengatakan bahwa fee bukan termasuk riba, oleh karena itu hukumnya boleh selain alasan bahwa tanpa fee, maka bank tidak bisa beroperasi maka sebagai alat sama. hukumnya dengan keberadaan asal. Dalam hal ini, hukum fee sama dengan bunga bank, yaitu boleh.

3

Daftar materi yang sering mengalami miskonsepsi dalam pembelajaran

Pandangan Transaksi Kredit yang Dianggap Riba Sepenuhnya 

Akhir-akhir ini muncul pandangan bahwa transaksi kredit seperti apa pun jenisnya dianggap riba, padahal akad kredit itu ada jenisnya. Ada kredit yang tidak menggunakan bunga, dengan akad jual beli yang sah dan tidak bertambah, dan ada pula kredit sistem bunga seperti yang diterapkan di leasing motor dan semisalnya. Pandangan seperti ini merupakan salah satu miskonsepsi dalam pembelajaran karena menganggap bahwa semua jenis transaksi kredit adalah riba. Padahal ada pembagiannya yang bisa dipisah.



Tidak ada komentar:

PTK PRASIKLUS

    UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MELALUI METODE MAKE A MATCH MATERI INDAHNYA SALING MENGHARGAI DALAM KERAGAMAN PADA SISWA K...