PENDALAMAN MATERI
(Lembar Kerja Resume Modul)
Nama Mahasiwa : Abdul Hendi,S.Pd.I
Kelas : A K1 20241
LPTK : UIN Raden Fatah Palembang
Tugas : Resume Modul KB 2 (Pernikahan Monogami, Poligami dan Hukum
Mut'ah)
Mata Kuliah/Judul Modul : Fiqih
DOSEN PENGAMPU : M. Hasbi,M.Ag
NO | BUTIR REFLEKSI | RESPON/JAWABAN |
1 | Konsep (Beberapa istilah dan definisi) di KB | A. Konsep Nikah Dalam Islam Kedudukan nikah dalam Islam merupakan syariat yang terkandung didalamnya nilai-nilai ibadah. Kelayakan manusia untuk menerima syariat tersebut paling tidak diperkuat oleh tiga argumen. Pertama, manusia adalah makhluk berakal dan dengan akalnya tersebut manusia mampu menerima dan menjalankan syariat dengan baik. Di antara syariat tersebut adalah pernikahan, yang pengertiannya menurut ulama Syafi’iyah, sebagai: (Akad (perjanjian) yang mengandung kebolehan hubungan kelamin dengan sebab lafaz nikah atau tajwiz) Kedua, manusia diciptakan oleh Allah berpasangan, yaitu laki-laki dan perempuan sebagaimana dijelaskan oleh Allah swt: Artinya: “Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.” (QS. Yasin: 36) Ketiga, pernikahan dalam Islam disebut sebagai prilaku para Nabi dan memasukkannya sebagai salah satu fitrah yang dimiliki oleh manusia. Rasulullah saw bersabda “empat fitrah yang dimiliki oleh manusia, yaitu memakai pacar, wangi-wangian, bersiwak (gosok gigi), dan nikah”. Sepasang calon suami istri yang ingin melangsungkan ikatan pernikahan diharuskan untuk memenuhi syarat dan rukun nikah. Terkait dengan rukun nikah, para ulama sepakat, terdapat lima hal yang menjadi rukun nikah. 1. calon suami istri, 2. Wali dari calon isteri, 3. dua orang saksi, 4. Mahar (mas kawin), 5. Ijab-qabul. Hikmah Nikah
Hukum Pernikahan
Pernikahan Monogami dalam Ajaran Islam Azas monogami telah ditetapkan oleh Islam sejak lima belas abad yang lalu sebagai salah satu asas perkawinan dalam Islam. Tujuannya untuk memberikan landasan dan modal utama dalam pembinaan kehidupan rumah tangga yang harmonis, sejahtera dan bahagia. Oleh karena itu hukum asal perkawinan dalam Islam adalah monogami. Hukum ini sangatlah beralasan karena dengan monogami tujuan pernikahan untuk menghantarkan keluarga bahagia akan lebih mudah karena tidak terlalu banyak beban. Hukum kebolehan poligami, Yusuf Qardhawi menulis, bahwa Islam adalah agama yang sejalan dengan fitrah manusia, mengakui fakta yang dapat membimbing dan manjauhkan manusia dari perbuatan dungu. Inilah kenyataan yang “memaksa” Islam membolehkan poligami. Sebelum Islam datang, agama-agama terdahulu telah membolehkan praktek poligami sampai seratus isteri tanpa terikat oleh syarat dan aturan. Itulah kultur yang terjadi di masyarakat dahulu. Islam datang tidak menghapus secara serta merta sistem poligami “Jahiliyah”, yang sudah mendarah daging namun membangun aturan poligami penerapan pembatasan jumlah istri tidak boleh lebih dari empat di samping adanya syarat-syarat lain yang berhubungan dengan keadilan. Menurut Yusuf Qardhawi, kondisi darurat yang dengannya seorang laki-laki dibolehkan berpoligami adalah sebagai berikut:
Contoh praktik poligami ideal adalah Baginda Rasulullah saw yang selalu berusaha untuk berlaku adil sampai kepada masalah bepergian dan untuk memenuhi rasa keadilan tersebut, Rasulullah mengundi di antara isteri-isterinya. Bagi yang keluar undiannya, maka dialah yang menjadi teman pergi Rasulullah, hal ini dilakukan oleh Rasulullah supaya tidak melukai perasaan dan meminta kerelaan dari isteri-isteri yang tidak pergi bersama Rosul. Bukan hanya itu, Beliau berpoligami hanya semata untuk kepentingan dakwah sebab istri-istri yang dinikahi oleh beliau adalah wanita-wanita yang sangat memerlukan bantuan, lihatlah sosok wanita yang beliau nikahi semuanya adalah janda kecuali Sayidatuna ‘Aisyah r.a. Konsep Nikah Mut’ah Kata mut’ah berasal dari bahasa Arab yang mempunyai arti antara lain bekal yang sedikit dan barang yang menyenangkan. Pengertian ini sejalan dengan kata mut’ah yang terdapat dalam al-Quran yang berarti bercampur (bersenang-senang bersama istri dengan bersenggama) dan pemberian yang menyenangkan oleh suami kepada isterinya yang dicerai. Firman Allah swt: Artinya: “Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. Dan hendaklah kamu berikan suatu mut`ah (pemberian) kepada mereka. Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Al-Baqarah: 236)
|
2 | Daftar materi pada KB yang sulit dipahami | Kebolehan hukum nikah mut’ah pada zaman Nabi itu memiliki alasan sebagai berikut: a. Merupakan keringanan hukum (rukhsah) untuk memberikan jalan keluar dari problematika yang dihadapi oleh dua kelompok orang yang imannya kuat dan imannya lemah. b. Sebagai langkah perjalanan hukum Islam menuju ditetapkannya kehidupan rumah tangga yang sempurna untuk mewujudkan semua tujuan pernikahan yaitu melestarikan keturunan, cinta kasih sayang dan memperluas pergaulan melalui perbesanan. |
3 | Daftar materi yang sering mengalami miskonsepsi dalam pembelajaran |
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar